Selasa, 25 November 2008

PENCIPTAAN ALAM SEMESTA MENURUT AL-QUR'AN & BIBEL

(Kajian dengan cara Side by Side)
Oleh: Adnan, S. Ag.

A. Pendahuluan
Berdasarkan media yang tersedia saat ini, dapat dilihat banyaknya informasi yang memaparkan perseteruan antara Islam dengan Kristen. Hal ini tentunya kurang baik dalam hal menjaga kemesraan pluralitas dalam beragama, karena jika dibiarkan begitu saja, maka akan sangat mungkin terjadinya prediksi oleh sebagian orang akan terjadinya perang dunia ketiga, yaitu perang agama.
Salah satu upaya untuk menghindari hipotesa itu, makalah ini akan menyajikan titik temu atau persamaan yang ada dalam kedua kitab suci agama, yaitu al-Qur’an dan Bibel. Namun penulis menyadari, bahwa dalam uraian nantinya akan ditemukan perbedaan yang sangat signifikan di antara keduanya, akan tetapi perbedaan itu hanyalah untuk menemukan esensi kebenaran dari kedua kitab tersebut yang didukung oleh penemuan ilmuan pada zaman modern sekarang ini, bukan maksud untuk mengklaim bahwa kebenaran itu hanya milik suatu agama, sedangkan agama lainnya tidak benar. Pada prinsipnya, klaim kebenaran itu bisa saja dilakukan dalam satu akan, bukan dalam konteks terhadap agama lain. Klaim itu dimaksudkan untuk memperkuat keyakinan bahwa agama yang dianut adalah agama yang paling benar.
Terlepas dari klaim-klaim tersebut, yang jelas makalah ini hanyalah bertugas untuk memaparkan konsep-konsep kitab tentang penciptaan Allah SWT terhadap alam semesta ini. Untuk prose situ, penulis melakukannya secara side by side. Semoga bermanfaat.

B. Bentuk Kata Penciptaan dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang difirmankan-Nya kepada Nabi Muhammad, menggunakan bahasa Arab. Hal ini sesuai dengan ungkapan Allah yang dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaitu: Qur’an Arabiyy (al-Qur’an yang berbahasa Arab) dan Lisan Arabiyy (dengan bahasa Arab. Kata Qur’an Arabiyy ditemukan enam kali, yaitu pada surah Yusuf ayat 2, surah Thaha ayat 113, surah al-Zumar ayat 28, surah Fushshilat ayat 3, surah al-Syura ayat 7 dan surah al-Zukhruf ayat 3. Sedangkan kata Lisan Arabiyy ditemukan tiga kali, yaitu pada surah al-Nahl ayat 103, al-Syura ayat 195 dan surah al-Ahqaf ayat 12. Adapun secara implisit, Allah SWT juga telah menyinggungnya tiga kali, yaitu pada surah Fushshilat ayat 44, surah al-Ra’d ayat 37 dan surah Maryam ayat 97.[1]
Keistimewaan bahasa Arab yang digunakan Allah sebagai bahasa al-Qur’an, antara lain redaksinya yang ringkas, teliti lagi padat serta sangat kaya dengan isi dan makna yang mendalam. Keistimewaan itu berimplikasi pada kepuasaan bagi semua pihak yang ingin memahami al-Qur’an sesuai dengan tingkat kecerdasan dan disiplin ilmu yang mereka miliki, sehingga makna al-Qur’an selalu dinamis tanpa perlu merubah kata dasarnya. Sejalan dengan itu, ternyata kata “penciptaan” memiliki bentuk kata yang beragam dalam al-Qur’an. Menurut Sirajuddin Zar,[2] makna kata tentang penciptaan ada 8 bentuk, yaitu: Khalq, Bad’ ( بدع ), Fathr, Shun’, Ja’l, Amr, Nasy’ dan Bad’ ( بدء ). Semua kata “penciptaan” itu tidak seluruhnya dibahas dalam makalah ini, penulis hanya mengambil beberapa kata yang relevan dengan focus bahasan, kemudian disandingkan dengan konsep Bibel.

C. Konsep Penciptaan Alam Semesta Menurut Al-Qur’an dan Bibel
Menurut penjelasan al-Qur’an, bahwa Allah SWT menciptakan alam semesta ini dalam “enam periode” (fi sittati ayyam)[3]. Informasi ini tercantum dalam surah al-A`raf (7) ayat 54, surah Yunus (10) ayat 3, surah Hud (11) ayat 7, surah al-Furqan (25) ayat 59, surah as-Sajdah (32) ayat 4, surah Qaf (50) ayat 38 dan surah Al-Hadid (57) ayat 4.[4] Sedangkan dalam Bibel, Allah menciptakan alam semesta ini dalam tujuh hari[5]. Informasi ini dapat dilihat dalam Kitab Kejadian ayat 1, pasal 1-31, Kitab Kejadian ayat 2 pasal 2, Kitab Keluaran ayat 20 pasal 10-11, dan Kitab Ulangan ayat 5 pasal 14. Untuk mengetahui apa saja isi yang diciptakan oleh Allah SWT dari dua sumber kitab tersebut, akan penulis uraikan secara side by side di bawah ini.
Menurut Adnan Oktar atau yang lebih dikenal dengan Harun Yahya, asal mula penciptaan alam semesta digambarkan dalam Al-Qur’an pada ayat, yang artinya: “Dialah pencipta langit dan bumi” (QS. Al-An’am, 101).

Pernyataan Al-Qur’an ini sejalan dengan Kitab Kejadian, ayat 1 pasal 1, yang berbunyi:
בְּרֵאשִׁית בָּרָא אֱלֹהִים אֵת הַשָּׁמַיִם וְאֵת הָאָרֶץ׃
BERE'SYIT BARA' 'ELOHIM 'ET HASYAMAYIM VE'ET HA'ARETS (pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi)

Berdasarkan kedua sumber kitab di atas, terlihat persamaan bahwa pertama sekali yang diciptakan Allah SWT adalah langit dan bumi. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa langit dan bumi itu diciptakan dalam dua periode, sedangkan menurut Bibel, langit dan bumi diciptakan dalam dua hari, yaitu bumi diciptakan pada hari pertama[6], dan langit diciptakan pada hari kedua[7].
Namun dari kedua sumber kitab tersebut, ternyata ada perbedaan yang cukup mendasar. Allah SWT menciptakan langit dan bumi menurut versi al-Qur’an dari sesuatu yang padu, kemudian terpisah karena terjadinya suatu peristiwa. Hal ini dapat dilihat dari petunjuk Allah SWT dalam surah Al-Anbiya, ayat 30:
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”

Ayat di atas jelas menginformasikan bahwa langit dan bumi itu telah diciptakan Allah SWT secara bersamaan dari sesuatu yang padu menjadi terpisah secara beraturan. Sedangkan di dalam Bibel, proses pertama yang diciptakan Allah adalah bumi, kemudian pada hari kedua baru diciptakan langit. Informasi ini jelas menunjukkan bahwa langit dan bumi diciptakan dari sesuatu yang memang sudah terpisah, bukan dari sesuatu yang padu.
Perbedaan dari kedua versi kitab di atas, selanjutnya akan dianalisa berdasarkan temuan para ilmuan saat ini. Kesimpulan yang didapat dari astrofisika saat ini adalah keseluruhan alam semesta serta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuan modern menyetujui bahwa teori Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan yang masuk akal dan dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Teori Big Bang ini muncul pada tahun 1946, yang dirumuskan oleh George Gamow dari Universitas George Washington, dengan dibantu Ralph Alpher dari Universitas Johns Hopkins dan Hans Bethe dari Universitas Cornell. Menurut hipotesis mereka: pada mulanya seluruh isi alam semesta ini berpadu dalam tingkat kepadatan yang tidak terhingga (infinite density), lalu dengan proses Dentuman Akbar (Big Bang), maka terciptalah alam semesta ini. Inilah “Hipotesis Alpha-Beta-Gamma”, yang diambil dari nama-nama Alpher, Bethe dan Gamow.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi dan waktu. Berdasarkan hasil pengamatan sensor peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992, berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.
Berdasarkan temuan dari para ilmuan di atas, tampaknya petunjuk yang relevan hingga saat ini adalah informasi yang telah diberikan oleh al-Qur’an bahwa dahulunya alam semesta atau langit dan bumi ini adalah padu, karena adanya ledakan besar, maka keduanya terpisah dengan sendirinya.
Setelah diciptakan-Nya langit dan bumi, kemudian Allah SWT men-ciptakan peneguhnya selama empat periode. Hal ini sebagaimana dijelaskan Allah SWT dalam surah Fusshilat ayat 10, yang berarti: “Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. dia memberkahinya dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.

Ayat di atas tidak memberi rincian, apa saja yang diciptakan Allah SWT dalam empat periode tersebut. Akan tetapi di dalam Bibel, empat hari berikutnya, Allah menciptakan segala isi yang ada di langit dan bumi. Pada hari ketiga, Allah menciptakan menciptakan tumbuh-tumbuhan (Kejadian 1:9-13). Hari keempat, Allah menciptakan matahari dan bintang (Kejadian 1:14-19). Hari kelima, Allah menciptakan binatang laut dan burung (Kejadian 1:20-23). Hari keenam, Allah menciptakan makhluk hidup, ternak, binatang dan Adam, manusia pertama (Kejadian 1:24-31). Sedangkan satu hari setelah itu yaitu hari ketujuh, Allah berhenti dari segala pekerjaan-Nya yang disebut sebagai Hari Sabat (Kejadian 2:2, Keluaran 20:10-11, Ulangan 5:14).
Penjelasan tentang pencitaan Allah dalam Bibel tersebut, mendapat respons yang sangat kritis. Menurut penjelasan dalam Majalah Fakta, ada kerancuan dalam penciptaan Allah tersebut berdasarkan hari yang telah di-rincinya dalam Bibel. Hari pertama, Allah telah menciptakan bumi lengkap dengan terang dan gelap sehingga ada siang dan malam. Padahal, Bibel menerangkan matahari baru diciptakan pada hari keempat. Bukankah tak akan ada siang dan malam tanpa matahari? Kemudian, diciptakan tanaman dan pepohonan pada hari ketiga. Aneh bukan? Bagaimana tumbuhan bisa hidup tanpa matahari? Bukankah tumbuhan memerlukan sinar matahari untuk proses fotosistesis dan proses alam lainnya? Seharusnya, matahari diciptakan lebih dulu sebelum penciptaan siang, malam dan tumbuhan.
Sementara dalam versi al-Qur’an yang hanya menyebutkan empat periode tersebut, para ilmuan telah menemukan bahwa semua proses yang berlangsung di alam semesta ini diatur dan diteguhkan oleh empat macam interaksi (gaya, force), yaitu: Pertama, interaksi gravitasi yaitu gaya yang bekerja pada seluruh partikel yang mempunyai massa, mengatur tarik-menarik benda-benda, mulai dari meneguhkan pada permukaan bumi sampai pada pembentukan tatasurya dan galaksi. Kedua, interaksi elektromagnetik, yaitu gaya yang bekerja pada seluruh partikel yang bermuatan listrik, mengatur seluruh reaksi kimia, mulai dari terbentuknya atom sampai kepada proses berfikir dalam otak manusia. Ketiga, interaksi kuat (strong interaction), yaitu gaya yang mengikat partikel-partikel (zarrah-zarrah) proton dan netron yang menyusun inti atom. Keempat, interaksi lemah (weak interaction), yaitu gaya yang mengatur perubahan suatu atom menjadi atom lain, mulai dari proses keradioaktifan (transmutasi inti) sampai kepada perubahan hidrogen menjadi helium pada matahari dan bintang sehingga tetap memancarkan cahaya.
Berdasarkan temuan tersebut, tampaknya kata rawasiya yang arti atau maknanya “peneguh” bias ditafsirkan dengan gunung. Memang benar bahwa salah satu fungsi gunung adalah peneguh, tetapi janganlah semua kata rawasiya diterjemahkan “gunung”. Kenyataannya, orang-orang Arab tidak pernah menyebut gunung dengan istilah rawasiya! Rawasiya (peneguh) yang disediakan Allah bagi alam semesta ciptaan-Nya ini tiada lain adalah empat macam interaksi yang mengatur seluruh mekanisme langit dan bumi, yaitu gaya gravitasi, gaya elektromagnetik, gaya kuat, dan gaya lemah. Penelitian mutakhir mengungkapkan bahwa keempat macam gaya tersebut merupakan manifestasi dari sebuah “gaya tunggal” yang sama dan memisah satu sama lain melalui empat tahapan penciptaan di atas.
Berdasarkan dukungan dari temuan ilmuan di atas, barulah diketahui makna empat periodisasi Allah SWT dalam menciptakan kehidupan di alam semesta ini setelah langit dan bumi. Empat periodesasi tersebut adalah penciptaan terhadap sebuah sistem kehidupan yang saling membutuhkan, apabila salah satu diantaranya rusak, maka kehidupan di alam semesta ini akan musnah, dan itu yang barangkali disebut Kiamat.
Selain mengemukan tentang penciptaan Allah SWT terhadap alam semesta ini (dalam arti langit dan bumi serta peneguhnya), perlu juga di-tampilkan proses penciptaan-Nya terhadap kehidupan awal di bumi ini.
Menurut informasi dalam al-Qur’an dalam surah Al-Anbiya ayat 30 di atas, bahwa segala sesuatu yang hidup berasal dari air. Selain itu, surah tersebut juga didukung oleh surah an-Nur ayat 45 bahwa semua jenis hewan itu tercipta dari air. Berikut bunyi artinya: “Dan Allah Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang di-kehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.

Ayat di atas kurang sejalan dengan konsep penciptaan makhluk hidup di dalam Bibel, khususnya pada Kitab Kejadian ayat 1 pasal 11-12, yang berbunyi: “Berfirmanlah Allah, “hendaklah tanah yang menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon dan buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi…” (11). “Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda, segala jenis tumbuh-tumbuhan yang berbiji dan segala jenis pohon-pohonan yang menghasilkan buah yang berbiji…” (12).
Dalam Bibel tersebut, jelas diterangkan bahwa asal mula tumbuhnya biji-bijian dan pepohonan itu berasal dari tanah, sedangkan dalam versi al-Qur’an bahwa segala sesuatu itu hidup berasal dari air. Ayat pendukung dalam Bibel yang berbicara tentang air, dijelaskan bahwa di dalam air itu diperintahkan oleh Allah untuk berkeriapan[8] makluk hidup. Hal ini meng-isyaratkan bahwa dalam versi Bibel, Allah menjadikan makhluk hidup bukan berasal dari air, melainkan sesuatu yang diciptakan langsung jadi tanpa ada proses kehidupan seperti yang tercantum dalam al-Qur’an. Jika hal ini dikaitkan dengan penemuan ilmiah saat ini, tampaknya yang lebih relevan adalah konsep yang dikemukakan dalam al-Qur’an bahwa kehidupan itu berasal dari air. Menurut temuan yang ada, ternyata 70–75% penyusun sel-sel makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme) adalah air. Kehidupan baru terbentuk di muka bumi setelah adanya air. Banyak makhluk hidup yang tidak memerlukan oksigen, tetapi tidak ada makhluk hidup yang survive tanpa air.
Selain penciptaan di atas, ternyata Allah SWT juga telah menciptakan makhluknya yang bernama Iblis atau Jin. Menurut informasi dalam al-Qur’an bahwa Jin tersebut diciptakan dari kobaran api yang sangat panas. Hal ini dapat dilihat dalam surah al-Hijr ayat 27 dan ar-Rahman ayat 15. Artinya: “Dan kami Telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas” (QS. Al-Hijr, 27). Dan arti ayat lain: “Dan dia menciptakan jin dari nyala api” (QS. Ar-Rahman, 15).
Berdasarkan dua ayat di atas, dapat dikatakan bahwa Jin diciptakan oleh Allah SWT dari sesuatu yang ada, yaitu api yang sangat panas. Adapun dalam Bibel, tidak ditemukan asal mula penciptaan setan, yang ada hanya informasi yang terfokus tentang kejahatan setan yang suka mengganggu dan merasuki manusia.

D. Penutup
Berdasarkan uraian di ata, penulis berkesimpulan bahwa ada letak persamaan dan perbedaan dalam konsep penciptaan Allah SWT terhadap alam semesta ini beserta seluruh isinya. Persamaan itu terletak pada awal penciptaan awal langit dan bumi ini, bahwa keduanya diciptakan pada dua periode atau dua hari dalam versi Bibel.
Sedangkan yang banyak ditemukan adalah perbedaannya, dimulai dari jumlah penciptaan terhadap alam semesta ini bahwa menurut al-Qur’an hanya terjadi dalam enam periode, sedangkan menurut Bibel terjadi selama tujuh hari. Selain itu, penciptaan seluruh kehidupan menurut al-Qur’an bersumber dari sesuatu yang ada yaitu air, sedangkan dalam versi Bibel bahwa kehidupan di ala mini diciptakan dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Adapun perbedaan lainnya adalah penciptaan Jin, menurut al-Qur’an bahwa Jin itu diciptakan dari api yang sangat panas, sementara di dalam Bibel, Setan itu hanyalah makhluk pengganggu manusia, tanpa ada yang menjelaskan asal mula kejadian Setan.

E. Daftar Bacaan
Anshory, Irfan, “Enam Periode Penciptaan Alam Semesta; Suatu Tafsir Kontemporer Al-Qur’an, Jakarta: Harian Pikiran Rakyat, Selasa 7 Oktober 1997 dan Selasa 21 Oktober 1997.
Al-Qur’an dan Bibel Digital
Baiquni, A, “Al Quran, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Juni 2003”
Baiquni, A, “Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern”, 1983.
Encyclopaedia Britannica, “Big Bang”, 2002
Oktar, Adnan, The Creation of Universe" Harun Yahya, 2002
Shihab, M. Quraish, “Tafsir Al Mishbah, 2002”
Zar, Sirajuddin, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-Qur’an, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 1997.

[1] Lihat Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al-Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 47-48.
[2] Ibid, untuk lebih rincinya penjelasan bentuk kata tersebut, dapat dilihat tulisan Sirajuddin Zar mulai hlm. 49-116.
[3] Kata yaum (pluralnya ayyam) dalam Al-Qur’an menyatakan waktu yang beraneka ragam: masa yang abadi dan tidak terhingga panjangnya (Al-Fatihah (1) :4), atau 50.000 tahun (Al-Ma`arij (70) :4), atau 1000 tahun (As-Sajdah (32) :5), atau satu zaman (Ali Imran (3) :140), atau satu hari (Al-Baqarah (2) :184), atau sekejap mata (Al-Qamar (54) :50), atau masa yang lebih singkat dari sekejap mata (An-Nahl (16) :77), atau masa yang tidak terhingga singkatnya (Ar-Rahman(55) :29). Oleh karena itu sungguh tepat jika ungkapan fi sittati ayyam pada penciptaan alam semesta itu kita terjemahkan “dalam enam perioda”. Allah SWT tidak memerinci perioda demi perioda secara mendetail, sebab Al-Qur’an bukanlah kitab fisika atau astronomi.
[4] Lihat Artikel Irfan Anshory dalam Harian Pikiran Rakyat, Selasa 7 Oktober 1997 dan Selasa 21 Oktober 1997 tentang “Enam Periode Penciptaan Alam Semesta; Suatu Tafsir Kontemporer Al-Qur’an.
[5] Satu hari dalam Bibel sama dengan seribu tahun. Lihat Kitab II Petrus ayat 3 Pasal 8.
[6] Lihat lebih lengkapnya pada Kitab Kejadian ayat 1, pasal 1-5.
[7] Lihat lebih lengkapnya pada Kitab Kejadian ayat 1, pasal 6-8.
[8] Lihat penjelasanyna dalam Kitab Kejadian ayat 1 pasal 21

Tidak ada komentar: